Proyek Pesawat R 80 dan N 245 Dipertanyakan

14-02-2017 / KOMISI VI

Rencana pemerintah yang ingin memproduksi pesawat R80 dan N245 kembali dipertanyakan efektifitasnya. Dua produk pesawat tersebut oleh pemerintah akan dijadikan proyek stretegis nasional. Hasil kajian atas proyek ini belum jelas.

 

Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono di ruang kerjanya menyatakan, rencana produksi dua peswat ini harus melalui kajian mendalam terlebih dahulu. Kajian pasar dan konsumennya harus lebih cermat dilihat agar tak menghambur-hamburkan anggaran negara. “Pesawat belum diuji, kok sudah mau dijadikan proyek strategis nasional yang berarti akan diproduksi massal. Daripada menghamburkan anggaran lebih baik membeli kapal cepat untuk penyeberangan” katanya.

 

Seperti diketahui, dua pesawat ini akan ditukangi BUMN dan swasta nasional. R80 akan diproduksi oleh PT. Regio Aviasi Industri (RAI) yang didirikan oleh mantan Presiden Habibie bersama putranya Ilham Akbar Habibie. Sementara N245 digarap oleh BUMN PT. Dirgantara Indonesia (PTDI) yang bekerja sama dengan LAPAN. Kedua pesawat ini masih menggunakan baling-baling. R80 berkapasitas 90 seat dan N245 berkapasitas 50-60 seat.

 

Menurut Bambang, keduanya hanya cocok untuk jenis angkut keperintisan. Dan keduanya juga kurang diminati pasar. Di sisi lain, pembagian proyek dua pesawat ini antara swasta dan BUMN juga menuai kritik. “Sebaiknya, swasta hanya menjadi perusahaan pendukung yang memproduksi bagian-bagian panel pesawat saja, seperti sayap, ekor, atau bagian kokpit. Sementara BUMN sepenuhnya yang memproduksi dua pesawat ini.

 

“Dengan begitu dua perusahaan ini tidak saling bersaing dan tidak pula mematikan PTDI sebagai BUMN,” ujar Anggota F-Gerindra tersebut. Bambang juga mempertanyakan, mengapa swasta diberi proyek yang lebih besar dengan memproduksi R80. “PTDI harus tetap dihidupkan dan Habibie sebagai perintisnya tidak boleh lepas tangan. Asas manfaat pesawat ini masih dipertanyakan,” imbuhnya.

 

Namun, ditambahkan Bambang, bila memang sudah ada kajian mendalam atas dua produk pesawat ini, silakan saja diproduksi. Hanya saja perlu pula didukung payung hukum, agar beberapa maskapai tertentu menggunakan dua produk pesawat tersebut. jadi, ada pasar yang jelas dan produksi bisa berkelanjutan.

 

Perlu pula dicermati, beberapa bandara di pulau-pulau terpencil sudah bisa didarati pesawat berbadan besar. Pesawat kecil makin berkurang. Apalagi, kebanyakan penumpang kurang menyukai pesawat berbaling-baling, karena alasan keselamatan.(mh)/foto:runi/iw.

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...